Infobengkulu.com – Seorang mahasiswa Indonesia, Rengky Yasepta, membagikan kisah uniknya yang saat ini sedang tinggal di Amerika Serikat untuk belajar.
Dalam unggahannya, ia menceritakan pengalaman menemukan sebuah TV 50 inchi di dekat tong sampah apartemennya.
“Pagi-pagi buang sampah di apartemen baruku. Tiba-tiba ketemu TV 50″ merk TCL persis di sebelah tong sampah. Karena kasihan sama TV-nya kedinginan di luar, akhirnya aku angkut ke dalam,” tulis Rengky dengan nada humor.
Ia menjelaskan bahwa kebiasaan warga Amerika berbeda dengan di Indonesia. Barang-barang yang tidak lagi diinginkan sering kali diletakkan di pinggir jalan atau di dekat tempat sampah untuk diambil siapa saja yang membutuhkannya. Bahkan, ada yang mengumumkannya di platform seperti Facebook Marketplace dengan label “Gratis: siapa mau tinggal angkut.”
“Barang yang dibuang ini kadang bukan barang rongsokan. Contohnya TV ini: produksi Juni 2021, kondisi masih mulus. Alhamdulillah, rezeki anak sholeh,” tambahnya.
Cerita ini menjadi sorotan warganet, terutama mereka yang tinggal di luar negeri dan sering menemukan barang-barang serupa. Fenomena ini memang menjadi hal yang lazim di Amerika Serikat, di mana warga cenderung mengganti barang lama mereka dengan yang baru, meskipun barang tersebut masih dalam kondisi baik.
Bukan hanya TV, Rengky sering “ketiban rezeki” barang-barang “berharga” lainnya, dari buku, bahan makanan, hingga sepeda. Khusus makanan, setiap dua minggu sekali, Rengky mengambil jatah bahan makanan pokok gratis yang disediakan pemerintah setempat melalui wadah yang disebut food pantry. “Cukup untuk hidup selama dua minggu tanpa harus keluar dana pribadi sepeser pun. Ya, kalaupun sesekali nyari selera makanan yang agak beda bisa belanja di supermarket terdekat,” imbuh Rengky.
Di Amerika hidup memang serba mahal, tapi kalau kita jeli, kita bisa melihat peluang di mana-mana. Pemerintah dan penduduknya juga welcome dengan pendatang, bahkan seperti tadi, mereka men-support dengan memberi bahan makanan gratis.
Rengky nemambahkan, “Kalau bukan terikat visa (J1) yang mengharuskan bekerja hanya di dalam kampus (on campus) selama program kuliah, sebenarnya peluang kerja juga terbuka lebar. Namun peluang ini bisa dimanfaatkan pasangan (istri atau suami) yang menemani datang ke sini. Ya hitung-hitung istri bisa mengisi waktu dengan kesibukan, misalnya bantu-bantu di sekolah anak, sambil mengontrol kegiatan anak dan menerima upah yang lumayan (baca: dibayar dolar).”
Pengalaman Rengky menggambarkan sisi unik budaya masyarakat Amerika Serikat dan bagaimana barang yang dianggap “tak berharga” bagi sebagian orang bisa menjadi berkah bagi orang lain. Terakhir dia menambahkan, “Intinya, jika kita bisa membawa diri, insya Allah di sini bisa hidup dengan layak, tanpa harus mengemis meskipun Amerika adalah negeri kapitalis.” (Nasti)